Friday, March 12, 2021

Tentang Pengalaman Kerja Setelah Lulus

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan berjudul Mengapa Memilih Teknik Industri.

Dari lulus kuliah saya tidak pernah kerja yang benar menurut standar orang tua saya. Kerja yang benar menurut standar mereka adalah jadi PNS atau pegawai BUMN. Suami saya serta adik saya dan suaminya, yang semuanya juga lulusan ITB, juga tidak ada yang bekerja sebagai PNS atau pegawai BUMN. Sampai sekarang Bapak saya sering gelo (istilah jawa untuk perasaan sedikit kecewa dan masih suka berandai andai jika saja) bahwa saya dan adik saya yang sudah disekolahkan jauh - jauh ke sekolah paling bergengsi di Indonesia, sekarang tidak punya pekerjaan bergengsi juga, yang bisa dengan mudah disebutkan kala ngobrol-ngobrol dengan kerabat atau kolega. Gara-gara hal ini saya dan adik saya sering mengoda Bapak. Makanya kalau berdoa dulu jangan fokus cuma sampai anaknya masuk ITB saja. Setelah ITB masih panjang urusannya. Coba Bapak Ibu dulu berdoanya anaknya jadi Direktur BUMN. Mungkin sekarang saya dan adik saya sedang meniti karir di BUMN untuk suatu saat jadi Direktur πŸ™ˆ Pelajaran yang bisa didapat dari hal ini, kalau doain anak jangan nanggung. Setinggi tingginya. Mana tau makbul.

Alhamdulillah walaupun tidak dalam jalur bergengsi seperti yang dikehendaki orang tua, semenjak lulus kuliah tahun 2008, berbekal prinsip "iyain dulu mikir nanti", sampai saat ini saya belum pernah nganggur. Saya selalu punya pekerjaan.

Kuliah di ITB dan pengalaman bekerja keliling Indonesia membuat wawasan saya menjadi terbuka. Namanya pekerjaan itu, ya tidak melulu harus ada merknya. Kuncinya hanya jangan gengsi. Pekerjaan akan selalu ada. Walaupun random bentuknya. Selama halal dan diridhoi orang tua dan suami, ya dikerjakan saja.

Saya masih ingat, pekerjaan pertama saya datang sehari setelah saya selesai mengikuti sidang Tugas Akhir. Seorang dosen meminta saya membuat slide kuliah karena slide presentasi TA saya katanya bagus. Menghias slide sih tepatnya, karena isinya sudah dibuat. 200 slide dan saya dapat Rp. 500.000.

Sebelum wisuda seorang kakak kelas mengajak saya ikut bekerja di suatu proyek yang dikerjakan oleh tim yang diketuai seorang dosen. Setelahnya selama 2 tahun saya ikut mengerjakan proyek tersebut. Judul proyeknya adalah, penilaian kelayakan pendirian SPBU. Proyek inilah yang membuat saya bisa keliling Indonesia. Dari Aceh sampai Sorong bahkan ke Talaud.

Bersamaan dengan itu saya juga bekerja paruh waktu di sebuah agency sebagai admin social media (dulu Twitter dan Facebook) beberapa brand besar. Pengalaman ini membuat saya bisa nonton sejumlah konser musisi luar ternama secara gratis. Walaupun pernah jadi admin social media, tapi saya tidak begitu tertarik dengan social media πŸ˜… dulu pernah punya Twitter dan Path, tapi ya gitu gitu saja. Sampai sekarang saya tidak punya Instagram. Facebook saja cuma untuk gabung grup ITB Motherhood.

Tahun 2010 saya iseng ambil S2 di Informatika ITB. Sambil kuliah, saya keluar dari proyek SPBU dan bergabung dengan tim dosen lain mengerjakan proyek di beberapa Kementerian sambil tetap menjadi admin akun social media. Saya juga sempat bersama beberapa teman mengerjakan suatu proyek di sebuah perusahaan FMCG besar di Indonesia. Bisa dibilang hidup saya empat tahun setelah lulus memang cukup serabutan dan meminjam istilah penulis Ahmad Tohari saya betul - betul jadi Orang Proyekan. Bolak balik pergi ke Jakarta untuk rapat. Pergi survey, mempersiapkan laporan, presentasi, dan sebagainya. Saat muda sih menarik ya, tapi saat masuk usia 30 tahun saya sudah tidak mau lagi diajak proyekan. Capek.

Tahun 2012 saya menikah. Sempat stop bekerja karena mengurus pernikahan, beberapa bulan kemudian saya kembali melibatkan diri dalam proyek. Kali ini membantu mertua, yang kebetulan lulusan TI ITB juga. Sambil proyekan saya juga dapat pekerjaan pribadi dari sepupu yang kerja di perusahaan packaging multinasional, untuk menerjemahkan manual mesin dari bahasa Inggris ke Indonesia.

Pertengahan tahun 2013 suami saya berangkat ke Jerman untuk meneruskan studi. Sementara saya tinggal dulu di Indonesia, menyelesaikan studi S2 saya yang sudah molor selama setahun. Hampir DO saya tuh πŸ˜‚

Enam bulan setelah suami berangkat, saya menyusul ke Jerman. Di Jerman saya pun tidak sempat menganggur. Banyak orang yang ikut suaminya studi memilih untuk studi juga. Tapi saya tidak. Berdasarkan pengalaman hampir DO saat S2, saya sudah tau bahwa jadi mahasiswa bukan bakat saya. Karenanya saya memilih bekerja untuk mengisi waktu luang. Mumpung waktu itu belum punya anak juga. Masih bebas.

Setelah belajar bahasa Jerman selama 6 bulan di VHS Stuttgart dan cukup paham komunikasi dasar, saya ditawari kerja menggantikan orang yang mau liburan (urlaubsvertretung). Kerjanya di gedung Bosch. Tapi bukan kerja kantoran. Kerjanya jadi putzfrau alias cleaning lady alias tukang bersih bersih. Menyedot debu karpet ruangan kantor, bersihin wc, buang sampah, bersihin dapur dll. Kerja 2 bulan dapat hampir 2000 Euro πŸ˜‚ mayan banget kan. Sebulan setelahnya saya dapat tawaran mini job (part time) dari kenalan orang Indonesia untuk jadi spΓΌlerin. Alias tukang cuci piring di Messe Stuttgart. Selama 2.5 tahun saya jadi tukang cuci piring. Baru berhenti beberapa saat sebelum pulang seterusnya ke Indonesia.

Saat bekerja part time saya sering mendapatkan pujian karena kinerja saya bagus. Saya tidak banyak omong (soalnya kemampuan ngomong terbatas) dan saya kerja dengan rajin tanpa banyak ngeluh (ngeluh dalam bahasa Jerman tidak diajarkan saat kursus). Overall saya tidak neko - neko (ya mau neko - neko apa juga kan ya) πŸ˜…

Itu supervisor di tempat kerja tidak tau saja saya sudah pernah 4 tahun belajar khusus tentang efisiensi dan efektivitas. Optimasi hasil dan minimasi waste. Cuma ngatur work station agar flow kerja lancar dan pilih rute dorong - dorong kereta piring kotor atau urutan WC yang harus dibersihkan mah cincai dong 😝 #Shombong.

Delapan bulan sebelum back for good ke Indonesia, saya dan kakak ipar memulai usaha jualan buku islam anak anak berbahasa Inggris. Usaha tersebut kami namakan Soleh Generation. Alhamdulillah, Soleh Generation bertahan sampai sekarang, walaupun saat ini lebih banyak kakak ipar yang mengerjakan.

Sebelum terbang ke Indonesia saya masih sempat sempat urlaubsvertretung lagi di Bosch selama sebulan. Lumayan bekal pulang. Soalnya hasil kerja yang dulu - dulu sudah habis untuk jalan - jalan 🀣 Saat itu saya belum tau kalau sudah hamil muda.

Pulang ke Indonesia dalam kondisi hamil 3 bulan, selama setahun setelah pulang dari perantauan pekerjaan saya hanya mengurus Soleh Generation dan si sulung yang baru lahir.

Saat si sulung berusia 4 bulan, saya ditawari untuk menjadi dosen di TI ITB. Tawaran yang langsung saya tolak, karena saya tidak mau menjerumuskan mahasiswa ke jurang ketidakpahaman yang saat kuliah saya masuki πŸ˜‚ Gimana mau mengajari anak orang coba, wong mengajari diri sendiri saja saya tidak becus. Belum kewajiban ini itu yang harus dipenuhi dosen, seperti kuliah S3. Orang S2 saja saya hampir di-kick, gimana kuliah S3 πŸ™ˆ Saat itu saya bercanda bilang ke suami kalau saya mau jadi petugas Tata Usaha saja.

Pucuk dicinta ulampun tiba. Saat itu koordinator tata usaha di TI pensiun dan belum ada gantinya. Suami saya menyampaikan ke Pimpinan Program Studi bahwa, daripada jadi dosen, saya lebih tertarik jadi petugas Tata Usaha. Pimpinan Program Studi, yang dulunya juga dosen saya, akhirnya menawarkan posisi tersebut ke saya. Sebelum menjawab, saya hanya minta waktu untuk menunggu petunjuk Allah. Jika saya dapat daycare untuk menitipkan anak saya, saya kerja, jika tidak maka pekerjaan tersebut bukan jalan saya.

Ternyata jalan saya untuk menjadi petugas tata usaha begitu dimudahkan. Kami langsung dapat daycare yang bagus, dekat dengan kampus, dan masih baru jadi anak saya bisa langsung masuk. Sebulan setelah menerima tawaran tersebut, saya resmi kembali ke almamater saya, sebagai Koordinator Tata Usaha.

Dulu empat tahun kuliah di TI saya pikir adalah salah satu momen paling berkesan dalam hidup saya. Ternyata pengalaman sebagai mahasiswa tersebut tidak ada apa - apanya dibanding pengalaman saya sebagai petugas tata usaha. Banyak sekali pelajaran tentang kehidupan yang saya dapatkan selama bekerja disana sampai sekarang. Apalagi tentang parenting. Kekinian banget kan.

Kok bisa? Hubungannya apa?

Kalau ada yang penasaran...

BERSAMBUNG KE Bagian 3 YAAA!!πŸ˜‚

6 comments:

  1. Kyaaa, seru banget Restu. beneran deh buat org yg passionnya non teknik sama sekali, kerja serabutan itu menyenangkan ya, kdapet duit, tp gaperlu mikir ribet2,hahaha..Seru seru

    ReplyDelete
  2. Wow.
    Sangat kaya pengalaman ya.. luar biasa.
    Saya kagum dengan keberanian mu untuk ambil kerja yang harus kesana kemari, sampai keliling Indonesia. Kalau ke Jerman itu karena ikut suami ya..
    Tapi semua itu luar biasa bagi saya.
    Di usia yang sama, saya gak ounya keberanian untuk keluar kota. Bahkan hanya ke Jakarta sendirian pun, saya gak berani. Takut nyasarlah, takut ditipu oranglah, takut kecopetanlah... Macem-macem ketakutan dan kekhawatiran.

    Beruntungnya dirimu, dengan sekian pengalaman dan memiliki pekerjaan tetap akhirnya.

    ReplyDelete
  3. Whaaa... Mana bagian 3-nya?... Seruuu... πŸ˜πŸ‘

    ReplyDelete
  4. astaga teh, sebelumnya milih TI berasa kayak milih mau makan dimana, eh lanjut S2 di informatika cuma karena iseng πŸ˜‚ keren teehh!

    ReplyDelete
  5. Wow asli seru banget ceritanya Restu. Untung ngeklik bagian 2 ini. Ditunggu cerita bagian 3-nya.

    ReplyDelete
  6. Eh ternyataaaa ownernya soleh generation! saya pernah menang giveawaynya hihihi... Seruuuu pengalamannya ih, easy going sekali dirimu wahai restu 😁 Ditunggu part 3nya.

    ReplyDelete