Friday, June 20, 2025

Sebelas Ribu Langkah Diam, Dalam Keramaian

Me time adalah permasalahan pelik untuk emak-emak. 

Salah satu hal yang saya iri dari suami adalah keluangannya untuk bisa melakukan berbagai hal yang dia sukai: main game, menonton youtube, bermain basket dan lain sebagainya, tanpa gangguan dan halangan. 

Sementara buat saya, menikmati hiburan tanpa gangguan adalah hal yang hampir mustahil. Apalagi kalau di rumah. Dengan dua bocah cilik, kesendirian dan ketenangan adalah sesuatu yang amat sangat jarang terjadi. Seperti penampakan super red moon. Mungkin terjadi tapi tak sampai setahun sekali.

Kalaupun saya sangat memerlukan waktu untuk sendiri, dengan dalih me time, saya perlu melakukan berbagai usaha agar tidak “diganggu” para penunggu cilik tersebut: tebar janji manis, sedia sajen, sebar jatah screen time, dll dll. Belum lagi mengatur strategi agar bisa pergi dan pulang di waktu yang tepat.  

Setelah semua kerepotan tersebut, belum tentu saya berhasil menjalankan me time. Di cafe, mau tenang-tenang baca buku, ada WA gosip masuk. Mau maraton nonton serial yang sudah lama tertunda, ada iklan market place yang menggoda untuk scrolling barang-barang yang "diperlukan". 

Karena gangguan-gangguan ini seringkali waktu "me time" habis bukan untuk melakukan hal-hal yang menyegarkan tapi malah tambah bikin ruwet pikiran. Kalau sudah begini biasanya berakhir dengan saya merasa menyesal juga kesal sendiri.

Setelah berbagai percobaan untuk “me time” yang penuh kegagalan, saya menyadari kalau definisi me time saya selama ini salah. 

Me time” itu bukan saat saya sedang santai leha-leha menonton drama Korea. Bukan juga saat saya bisa ngopi-ngopi cantik mengobrol dengan sahabat. Apalagi saat saya melamunkan berbagai macam hal sambil duduk di balkon memandangi kerlap-kerlip lampu malam. Me time buat saya itu, justru ketika  saya bisa fokus melakukan satu hal, entah apapun itu, tanpa perlu memikirkan hal yang lain. 

Karena setelah saya pikir-pikir, tujuan me time, buat saya, bukan untuk menenangkan diri, melainkan untuk menemukan diri saya sendiri di tengah hiruk pikuk pikiran di otak saya sendiri. 

Masuk ke kondisi mengikuti aliran (the flow), kalau kata Johann Hari dalam bukunya Stolen Focus (2022). Dimana bahkan iklan diskon 90% tidak bisa mengalihkan fokus saya dari apa yang sedang saya kerjakan. Seperti seniman yang fokus membuat karya. Kepuasan karena berhasil melewati proses berkarya melebihi kepuasan terhadap karya yang dihasilkan.

 ***

Kalau boleh jujur, me time saya sebenernya adalah saat sedang bekerja. Lebih spesifik lagi kalau sedang mengulik aplikasi excel (termasuk Google Sheet). Saya tidak hobi berhitung ataupun coding, tapi menyelesaikan masalah menggunakan excel bisa membuat saya fokus selama berjam-jam.

Karena judulnya kerja, biasanya saya memang tidak memikirkan yang lain. Plus tidak ada yang mengganggu saya. Semua orang membiarkan saya berkutat dengan berbagai formula. Bahkan ketika saya sedang di rumah.

Sedemikian hobinya, sehingga salah satu penyesalan saya adalah mengapa sebagian besar permasalahan dalam hidup ini tidak bisa diselesaikan dengan excel?

***
Andaikan Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juni ini adalah tentang me time saja, sudah pasti saya akan menuliskan mengenai hobi saya ngulik G-Sheet dan pencapaian saya untuk bisa membuat otomasi ala ala di kantor dengan hanya bermodal Google Workspace. Tapi masalahnya, me time yang harus dituliskan ada embel-embel tanpa internet. Terpaksa saya memutar otak untuk mencari ide tulisan lainnya.

Masalah seperti sebagian besar manusia modern, tidak banyak yang saya lakukan tanpa bantuan internet.
***

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sedang pusing berpikir, tetiba di surel saya muncul tawaran untuk mengikuti kegiatan jalan kaki santai dalam rangka ulang tahun ITB. Rute sejauh 3.5 km yang ditempuh dalam waktu 3 jam dengan berbagai intermezzo.

Tanpa banyak babibu saya mendaftar. Kegiatannya tidak membutuhkan internet. Kecuali kalau memang hobi update social media di setiap langkah kehidupan. Tapi kalau ada satu hal yang bisa saya banggakan adalah bagaimana sampai sekarang saya belum tenggelam dalam dunia social media. 

Scrolling saya kebanyakan adalah youtube dan berita artis Korea.

***

Di hari H saya baru tau kalau ternyata dari unit kerja saya, cuma saya dan dua orang bapak-bapak, dari Program Studi lain, yang mendaftar. 
Sendirian dalam keramaian.

Jadi bisa dibilang saya tidak kenal siapa-siapa di acara tersebut. Saya memang introvert tapi saya don’t mind dengan keramaian. Apalagi karena peserta lainnya sibuk dengan rekan-rekannya sendiri, tidak ada yang memperhatikan saya. Saya tentu saja senang, karena tidak perlu basa-basi. 

Dengan niat untuk menghabiskan waktu tanpa internet, saya matikan koneksi data di ponsel saya. Telepon masih menyala. Karena kan saya bukan mau menghilang, cuma mau menghabiskan waktu tanpa internet.  

***

Karena tidak disibukkan dengan membaca pesan WA atau laman-laman berita, saya memang jadi bisa memperhatikan banyak hal. Bahkan sebelum berangkat. Seperti misalnya unit kerja yang punya seragam dari topi sampai kaos kaki, unit kerja yang datang ke titik temu dengan menggunakan bandros, juga orang-orang yang sepertinya kenal dengan semua orang. Sibuk menyapa dan disapa.

Bahkan orang yang bolak balik mengambil lepeut dan arem-arem dari meja konsumsi juga tidak luput dari perhatian saya. Mungkin Bapak itu lapar. 

Semua hal tersebut tidak akan pernah saya perhatikan kalau sibuk dengan internet. Walaupun di saat itu tangan saya sudah gatal sih ingin lapor ke grup WA jualan musang isi 3 orang. Tapi saya bertahan. 

 ***

Melalui rute yang ternyata mengikuti aliran sungai, saya melihat berbagai hal biasa yang mulai saya lupakan. 

Rumah-rumah petak dengan anak kecil berkaos singlet bermain di luarnya, bantaran sungai dengan anjing dan kucing liar serta hewan ternak yang berkeliaran. Nenek-nenek yang duduk bersama menikmati hangat sinar matahari sambil makan gorengan dan menyapa semua orang yang lewat.
Tidak ada yang lebih menantang dari menjemur pakaian di pagar bertuliskan "Dilarang Menjemur Pakaian". Rebel!

Juga daerah perumahan di atas bukit dengan suasana yang masih asri dan rumah-rumah estetik seperti di majalah-majalah. Sungguh suatu impian untuk bisa tinggal di sana.

***
Peserta diberikan misi untuk mengumpulkan sampah di sepanjang jalan yang dilalui. Sampah tersebut kemudian akan dijadikan bahan untuk membuat karya seni yang nantinya akan dilombakan.

Tanpa pesan-pesan WA yang biasanya harus selalu saya balas, juga menahan keinginan untuk update status WA, kapasitas otak saya bisa digunakan untuk merancang karya seni yang akan saya buat dengan sampah yang saya kumpulkan.

Saya bahkan bisa memikirkan cerita pengantar karya tersebut. 

***
Tiga jam berlalu, saya pun tiba di pemberhentian akhir. Rancangan karya seni saya sudah jadi. Saya pun menyampaikan ide saya kepada mentor yang mengangguk-angguk setuju. 

***
Kembali ke "peradaban" saya pun menyalakan kembali ponsel saya. Ada 60 an pesan yang belum terbaca. Walaupun ketinggalan berita, tapi berdesir rasa bangga karena dalam 3 jam tersebut saya bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus. Tanpa perlu memaksa diri. Memikirkan ide karya seni untuk lomba dan ide untuk memenuhi tantangan bulan ini. 

Ini jenis me time yang saya sukai. Produktif dan membuat pikiran lebih segar. Entah karena pengaruh tidak ada internet atau karena saya jalan kaki sampai 11 ribu langkah hari itu. Hal yang pasti dopamine membanjiri kepala.

***
Sampai me time berikutnya!!





No comments:

Post a Comment