Thursday, April 29, 2021

Ibtihaj Muhammad : Perjuangan Memperoleh Kemenangan Di Tengah Rasisme

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog.


Tentang Hobi Membaca Buku Biografi

Akhir akhir ini saya lebih memilih membaca buku biografi/memoir. Padahal dulu saya cuma mau baca buku fiksi. Mungkin semakin tua saya semakin bijaksana kehilangan  imajinasi. Atau selera saya saja yang berubah.

Alasan saya suka membaca buku biografi adalah saya bisa tahu cerita kehidupan seseorang. Ya iyalah, masa dengan baca biografi saya jadi tau cara bercocok tanam. Kecuali saya baca buku tentang kisah seorang petani inspiratif. Itupun harus detail dijelaskan cara membajak sawah dan sistem irigasi. Plus yang paling penting saya harus punya sawah dulu dong ya baru bisa mencoba bercocok tanam.  

Anyway,  intinya membaca buku biografi sejalan dengan hobi saya mengamati orang. 

Selalu ada hal - hal menarik yang bisa diamati dari kehidupan orang yang kisahnya diabadikan dalam memoir atau biografi. Ya iyalah kalau kisah hidupnya flat saja seperti saya tentu kurang menarik kali ya. Ditulis di 5 halaman juga mungkin sudah selesai 😅  Intinya selalu ada hal - hal exceptional yang orang - orang ini alami,  yang jarang atau tidak pernah dialami oleh orang - orang lain. Membaca mengenai kehidupan orang lain membuat obsesi kepo saya tersalurkan di jalan yang lebih baik. Daripada mengamati tetangga kan ya, atau sumber gosip lainnya, lebih baik saya mengamati orang-orang yang memang membagikan kisah hidupnya untuk diketahui semua orang.  

Saat membaca buku Biografi, saya paling suka mengamati upbringing si empunya biografi dan bagaimana hal tersebut berpengaruh pada karakter dan kehidupannya. Hal - hal yang saya capatkan dari buku - buku tersebut biasanya saya renungkan kemudian saya ambil hikmahnya untuk pembelajaran. Gaya ya kedengarannya 😆 Sayangnya saya tidak punya medsos, jadi saya tidak bisa menulis kata - kata mutiara yang ada di buku buku tersebut dan membaginya pada dunia. 

Tentang Memoir Ibtihaj Muhammad

(Sumber Goodreads)

Biografi terakhir yang saya baca adalah buku memoir Ibtihaj Muhammad yang berjudul "Proud : My Fight for an Unlikely American Dream". Buku ini khusus saya baca untuk memenuhi tantangan blogging di Mamah Gajah Ngeblog bulan ini yaitu review buku tentang perempuan yang inspiratif. Saya baca versi Kindle. Sebetulnya ada beberapa memoir perempuan yang sudah saya baca, tapi karena kebetulan ini Ramadhan, saya memilih untuk menulis mengenai buku tentang muslimah yang menginspirasi 😬

Ibtihaj Muhammad adalah seorang atlet anggar berkebangsaan Amerika Serikat. Di Olimpiade Rio De Janeiro tahun 2016, ia besama tim anggar wanita Amerika Serikat berhasil menyabet medali perunggu. 

Memoir ini berisi kisah Ibtihaj dalam perjuangannya menggapai impiannya untuk ikut serta di Olimpiade. Mulai dari perkenalannya dengan olah raga anggar, perjuangannya sebagai atlet daerah dan nasional, masa-masa sulit yang ia hadapi ketika dihadapkan pada dunia nyata setelah lulus dari universitas, serta saat ia berhasil bangkit dari keterpurukan dan kembali ke dunia anggar. 

Mengingat hanya segelintir orang di dunia yang bisa mendapatkan medali di Olimpiade, kisah hidup Ibtihaj pastilah sudah istimewa. Kisahnya menjadi semakin istimewa karena Ibtihaj adalah atlet muslim pertama yang membela Amerika Serikat di ajang Olimpiade dengan menggunakan hijab. Agama yang dianut dan warna kulitnya memang membuat perjuangan Ibtihaj menjadi sangat inspiratif, karena dijalani di tengah - tengah lingkungan rasis yang penuh prasangka. 

Latar Belakang Keluarga

Latar belakang keluarga Ibtihaj cukup unik. Keluarganya merupakan keluarga keturunan kulit hitam asli dari Amerika Serikat. Ayah dan ibunya adalah mualaf, yang masing - masing memiliki kisahnya sendiri dalam menemukan Islam. Keduanya bertekad untuk membesarkan anak - anaknya berdasarkan ajaran Islam yang benar. Menghindari hal - hal negatif yang seringkali melekat pada warga kulit hitam Amerika seperti kriminalitas dan kemiskinan.

Keluarga Ibtihaj adalah keluarga yang hangat. Berasal dari keluarga yang tidak harmonis dan tumbuh besar di lingkungan yang kurang kondusif, kedua orang tua Ibtihaj selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Ibtihaj dan saudara - saudaranya. Lingkungan serta suasana rumah yang baik, pendidikan yang mumpuni, serta kesempatan berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya.

Dari semua buku biografi yang pernah saya baca, ada benang merah yang bisa saya tarik sebagai pelajaran.  Peran suporting system sangat menentukan dalam kesuksesan seseorang. Coba perhatikan, semua cerita mengenai kesuksesan, baik yang kecil maupun yang besar, yang super duper biasa saja seperti berhasil menyelesaikan tantangan blogging bulan ini (terimakasih diucapkan kepada suami yang mau menjaga anak - anak sementara emaknya ngetik - ngetik mengejar deadline) ataupun yang super duper luar biasa seperti menang di Olimpiade, dibaliknya pasti ada cerita tentang dukungan suporting system. 

Suporting system Ibtihaj yang utama adalah keluarganya. Orang tua dan keempat saudaranya selalu mendukung Ibtihaj menggapai impiannya. Bahkan ketika Ibtihaj sendiri sudah hampir menyerah, keluarganya tidak pernah berhenti percaya.  

Ibtihaj dan Anggar

(Sumber Shareamerica)

Ibtihaj memilih menekuni anggar atas dorongan ibunya. Alasan ibunya mendorong Ibtihaj untuk menekuni anggar sangat sederhana. Pakaian anggar tertutup. Sehingga Ibtihaj bisa tetap aktif dan tetap menjaga auratnya. Baju anggar memang menutupi seluruh bagian tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bahkan bagian wajah juga ditutup saat bertanding.

Menuruti kehendak ibunya, Ibtihaj menekuni anggar semenjak ada di tahun pertama high school atau setingkat kelas 3 SMP di Indonesia. Pada awalnya dia tidak begitu tertarik pada olahraga ini karena tidak ada teman dekatnya yang ikut serta. Akan tetapi kemudian Ibtihaj menemukan bahwa anggar bisa menjadi tiket baginya untuk masuk ke perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat. Ivy League atau universitas bergengsi lainnya. Bagi Ibtihaj, yang memiliki prestasi yang baik di sekolah dan bermimpi untuk memiliki karir "kantoran" yang cemerlang, kesempatan ini tidak ia sia - siakan. 

Ternyata Ibtihaj sangat berbakat dalam anggar. Dari satu kompetisi daerah ke kompetisi lainnya, ia hampir selalu menjadi pemenang. Peringkatnya terus naik hingga pada akhirnya Ia berhasil mendapatkan beasiswa olahraga dari Duke University. Salah satu universitas paling bergengsi di Amerika Serikat. Setelahnya walaupun sempat berhenti dari dunia anggar selama hampir 2 tahun karena depresi, prestasi Ibtihaj dalam anggar terus melesat hingga ia bisa masuk menjadi anggota tim nasional Amerika Serikat dan mengikuti Olimpiade di Rio De Janeiro. 

Ibtihaj dan Rasisme

Sebagai keturunan kulit hitam dan pemeluk agama Islam, kehidupan Ibtihaj tidak terlepas dari rasisme. Selama menekuni anggar, ia harus menghadapi tantangan yang berakar dari prasangka yang mungkin tidak dihadapi oleh atlet Amerika Serikat lainnya.

(Sumber Yahoo)

Berbagai anekdot dalam memoir ini berisi kisah mengenai perlakukan rasis yang pernah dihadapi Ibtihaj.
Di sekolah dasar, gurunya tidak bersedia memanggil namanya dengan lengkap. Alasannya namanya sulit diucapkan. Padahal penyebutan Ibtihaj sesuai dengan penulisannya. 

Saat di universitas Ibtihaj sempat depresi dan berhenti dari anggar karena perlakuan teman - temannya di tim anggar yang menganggapnya "tidak ada" walaupun sering berlatih dan bertanding bersama. Duke University yang berlokasi di selatan Amerika Serikat memang didominasi oleh mahasiswa kulit putih. Sementara olah raga anggar, yang berasal dari benua Eropa, juga masih dianggap ekslusif untuk orang kulit putih.

Bahkan ketika ia menjadi anggota tim anggar wanita nasional Amerika Serikat, selama 7 tahun Ibtihaj bertahan dengan perilaku pelatih dan rekan satu timnya yang memperlakukannya dengan semena - mena sampai sudah bisa dikategorikan sebagai bullying. Kontribusi Ibtihaj dan kerja kerasnya dalam tim sama sekali tidak dihargai hanya karena ia berkulit hitam dan mengenakan hijab.

Membaca buku ini mata saya menjadi sangat terbuka. Orang yang menekuni olah raga, bahkan di kaliber dunia, yang seharusnya menjunjung tinggi sikap sportsmanshipbisa bersikap sangat bertentangan dengan prinsip utama tersebut. Rasisme memang membuat mata buta. 

Menjadi Inspirasi Bagi Kaum Minoritas

Ibtihaj sangat vokal terhadap perlakukan rasis dalam kehidupannya. Di dalam bukunya Ibtihaj tidak menahan diri untuk menyebutkan nama orang dan perilaku rasis yang mereka lakukan terhadapnya. Jika saya adalah rekan satu tim Ibtihaj di Tim Anggar Wanita Amerika Serikat, membaca buku ini pasti saya akan malu dengan kelakuan saya sendiri 😅 

(Sumber Pinterest)

Semenjak namanya menjadi terkenal karena masuk ke dalam Tim Anggar Nasional dan berhasil menjadi peserta Olimpiade, Ibtihaj sering mendapatkan tawaran untuk berbicara di berbagai forum. Ibtihaj menggunakan kesempatan tersebut untuk berbicara mengenai keberagaman dan toleransi. Terutama mengenai Islam, yang di Dunia namanya menjadi buruk semenjak peristiwa 11 September 2001 dan diperparah saat Donald Trump menjabat sebagai presiden.

Pada berbagai kesempatan Ibtihaj juga menyampaikan bahwa alasannya tetap menggunakan hijab, walaupun sering mendapatkan kesulitan karenanya, adalah selain bentuk ketaatan pada Allah, juga dirinya ingin menginspirasi para perempuan, terutama perempuan muda yang berhijab, untuk mendobrak stigma dan prasangka dan menggapai prestasi setinggi tingginya. Bahkan yang terlihat tidak mungkin.

Kisah Ibtihaj yang inspiratif ternyata menyentuh hati banyak orang. Pada tahun 2016 ia dimasukkan kedalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia versi majalah TIME. Sementara pada tahun 2017, perusahaan mainan Mattel mengeluarkan Barbie dengan hijab dan baju anggar yang terinspirasi dari Ibtihaj sebagai bagian dari seri Wanita yang Menginspirasi.

Di tahun 2018 Ibtihaj mengeluarkan 2 buah buku memoir dan 1 buku cerita bergambar. Ketiga buku tersebut sempat bertengger di jajaran buku terlaris versi New York Times Bestseller.

Pendapat Mengenai Buku Memoir Ibtihaj Muhammad

Saya bukan kritikus buku, tapi saya sering menilai buku berdasarkan apakah saya menikmatinya atau tidak. Bukan bagus tidaknya berdasarkan ilmu bahasa. Karena apalah saya ini. Nulis juga masih suka typo dan tata bahasa juga masih kacau, manalah bisa menilai suatu buku dari sisi literatur yang baik dan benar. 

Terkait dengan buku memoir ini, kisah Ibtihaj memang istimewa, tapi secara pribadi saya kurang menikmati membaca bukunya 😕 cerita di dalamnya agak repetitif, mungkin karena hidup Ibtihaj rutin dan konsisten. Namanya juga atlet kan ya. Lalu setiap anekdot hampir selalu  mengikuti pola yang sama. Berjuang - masalah - terpuruk - bounce back - sukses. Alhasil closure-nya terasa terburu-buru dan tidak ada elemen kejutan. Setiap membaca suatu bab tidak ada sesuatu yang baru. Pasti selamat dan sukses ini mah.

Kemudian hal - hal yang saya ingin ketahui lebih dalam, seperti bagaimana Ibtihaj mempertahankan iman islamnya ditengah gempuran tekanan atau bagaimana Islam mempengaruhi keputusan - keputusan yang diambil malah  kurang diceritakan. Tapi mungkin point tersebut kurang menarik untuk audience barat ya. Atau bisa juga karena hal tersebut sifatnya pribadi. Entahlah. Kalau saya diminta memberikan nilai kepada buku ini, saya akan berikan nilai 7/10.  

Pendapat Mengenai Rasisme

Sebagai muslimah yang tinggal di negara muslim terbesar di dunia, apa yang dialami oleh Ibtihaj, alhamdulillah belum pernah terjadi pada saya. Di sini saya bebas menjadi apa saja, walaupun saya menggunakan hijab. Bahkan jika mau, saya juga bisa menjadi presiden tanpa ada yang mempertanyakan mengenai hijab saya. Mempertanyakan hal lainnya sih mungkin ya. Seperti misal apakah saya pernah membaca KUHP.

(((KUHP)))

Walaupun begitu, saya tidak menutup mata bahwa rasisme juga ada di Indonesia. Bahkan, harus diakui, kadang kadang saya juga bersikap rasis, seperti pernah saya tuliskan di sini. Rasisme atau lebih umum  prasangka buruk adalah akar dari hampir seluruh percekcokan yang terjadi di muka bumi ini. Mulai dari kesalahpahaman antar kampung sampai genosida yang berujung pada Perang Dunia. Semua berawal dari prasangka yang buruk terhadap manusia lain yang dianggap berbeda atau punya pendapat yang tidak sama.

Saya sendiri terus mencoba belajar untuk melihat segala hal secara objektif. Setiap ada masalah, berusaha tidak fokus pada orang, tapi pada masalahnya. Kecuali masalahnya adalah orang. Nah bingung kan. Jika begitu saya fokus pada perilaku orang tersebut yang bermasalah. Tidak melihat dari sisi suku, agama, ras, harta, dan pilihan presiden 😝

Intinya, masalah rasisme ini memang sudah berakar jauh di dalam tanah, sehingga tidak akan bisa dihilangkan dalam semalam dua malam. Jadi yang bisa kita lakukan, terutama sebagai emak - emak, adalah mencoba adil kepada semua orang. Baik yang pikasebeleun maupun yang tidak. 

Penutup

Membaca buku sekarang adalah kegiatan yang harus saya lakukan dengan sedikit susah payah. Alasannya tentu karena waktu yang terbatas yang utamanya milik suami dan anak - anak serta harus dibagi dengan pekerjaan fulltime. Godaan drama Korea juga sangat menggiurkan. Sebelum tidur malam lebih asyik menonton daripada membaca, karena kalau membaca biasanya malah ketiduran 😅 

Maka dari itu tantangan blogging bulan ini terasa cukup luar biasa. Karena setelah dibaca harus ditulis review-nya juga. Tapi bukanlah tantangannya dong ya namanya jika tidak menantang. Apalagi setelah membaca buku tentang wanita yang menjawab tantangan. Seharusnya saya lebih bersemangat. Nggak sih, nggak ya 😂

Apapun itu, alhamdulillah tantangan kali ini bisa terselesaikan. Walaupun mepet sekali dengan deadline 😂

5 comments:

  1. selalu seru baca blognya teh restu
    btw saya baru tau ttg mbak ini, keren yaa...
    jd pengen googling2

    ReplyDelete
  2. Bacanya antara terinspirasi dan ngikik 🤭 saya jd ikut kagum dengan Ibtihaj. Masya Allah banget alasan Ibunya memilihkan anggar ya. Biasanya cerita hidup atlet memotivasi

    ReplyDelete
  3. Masya Allah, sosoknya menginspirasi sekali ya...
    Salut juga sama teteh yang berhasil menyelesaikan dan menulis reviewnya meski kurang menikmati tulisannya :D

    ReplyDelete
  4. Hebat euy walau ga suka bukunya ttp bisa bikin resensi seperti ini. Btw aku jg baru mau baca buku dgn tokoh yg sama, tp buku anak sih ... nuhun udah nulis ini, jd nambah wawasan dulu sblm baca bareng bocah .. hehe.

    ReplyDelete
  5. Aku pun penyuka biografi Restu. Jadi tahu nama ini dari tulisannya Restu.

    ReplyDelete